Senin, 06 Juni 2011

“Konsep Pendidikan Dalam Perspektif K.H. Hasyim Asy’ari”

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebulum memmasuki medan pembahasan pokok masalah yang berkaitan dengan konsep pendidikan dalam perspektif K.H. Hasyim Asy’ari. Yang perlu untuk mengajukan beberapa kenyataan atau gejala umum yang dapat di kenakan kepadanya, sebagaimana yang di kemukakan oleh para pengulas filsafat selama ini.
Meskipun tidak lengkap, sebanding dengan keterbatasan kepustakaan yang kami baca dan tersedia, akan kami coba mangajuakan konsep pendidikan dalam perspektif K.H. Hasyim Asy’ari serta perbandingannya dengan filsafat pendidikan islam. Yang mana beliau sebagai tokoh kharismatik yang di beri ngelar wali oleh salah seorang peneliti dari Australia yang ber hasil mendirikan NU dan melakukan pembaharuan terhadap yang ada di dalamnya. Dialah yang memperkenalkan sistem madrasah dan kurikulum yang memuat mata pelajaran umum terhadap lembaga pendidikan islam yang bernaung di bawah NU.
B. Rumusan Masalah
Dalam pembahasan ini penulis akan membahas tentang :
1. Bagaimana seketsa kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari ?
2. Bagaimana konsep pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari ?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari penulisan makalah antara lain :
1. Untuk mengetahui secara detail sketsa kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari.
2. Untuk mengetahui konsep pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari.
3. Unutk bisa membandingkan dengan filsafat pendidikan islam lainnya.
D. Manfaat
Dengan adanya pembahasan dan pemaparan makalah tentang konsep pendidikan dalam perspektif K.H. Hasyim Asy’ari, maka kita bisa mengetahui bagaimana konsep pendidikannya, dan dapat menambah wawasan dari berbagai organisasi yang beliau dirikan.


BAB II
PENBAHASAN
A. Sketsa Kehidupan K.H. Hasyim Asy’ari
K.H. Hasyim Asy’ari nama lengkapnya adalah Muhammad Hasyim Asy’ari ibn ’Abd al-Wahid ibn ’Abd al-Halim. Karena peran dan perspektif yang di capainya ia mempunyai banyak gelar, seperti pangeran Bona ibn Abd al-Rahman yang dikenal dengan nama jaka tingkir, Sultan Hadiwijaya ibn Abdullah ibn Abd al-Aziz ibn Abd al-Fatih ibn Maulana Ishaq dari raden ’Ain al-Yaqin yang di sebut dengan sunan giri
Ia lahir di Desa Badang Lombang Jawa Timur pada hari selasa kliwon. 24 Dzulqa’dah 1287 H. bertepatan dengan tanggal 14 Pebruari 1871. Dan wafat pada tanggal 25 Juli 1947 pukul 03.45 dini hari, bertepatan dengan 7 Ramadhan Tahun 1366 dalam usia 79 tahun
Riwayat pendidikannya dimulai dari mempelajari ilmu-ilmu Al-Qur’an dan dasar-dasar ilmu agama pada orang tuanya sendiri. Setelah itu ia melanjutkan pendidikannya pada berbagai pondok pesantren, khusunya yang ada di pulau jawa, seperti pondok pesantren Shona, Siwalan , Buduran, Langitan, Demanga, Bangkalan, dan Sidoarjo. Selama mondok di pesantren sidoarjo, kyai Ya’qub yang memimpin pondok pesantren tersebut melihat kesungguhan dan kebaikan budi pekerti K.H. Hasyim Asy’ari, hingga ia kemudian menjodohkan dengan putrinya Khadijah pada tahun 1892. Tepatnya ketika K.H. Hasyim Asy’ari berusia 21 tahun ia menikah dengan Khadijah putri K.H. Ya’qub . Ia juga pernah belajar di makkah selama 7 tahun, dan berguru pada sejumlah ulama, diantaranya Syaikh Ahmad Amin al-Aththar, Sayyid Sultan ibn Hasyim, Sayyid Ahmad ibn Hasan al-Aththar, Syaikh Sayyid Yamay, Sayyid Alawi ibn Ahmad al-Saqqaf, Sayyid Abbas maliki dan sebagainya .
Pada tahun 1899/1990 ia kembali ke Indonesia dan mengajar di pesantren ayahnya, baru kemudian mendirikan pesantren sendiri di daerah sekitar Cukir, Pesantren Tebuireng, pada tanggal 6 Pebruari 1906 . Pesantren yang baru di dirikan tersebut tidak berapa lama kemudian berkembang menjadi pesantren yang terkenal di nusantara. Dan menjadi tempat menggodok kader-kader ulama’ untuk wilayah jawa dan sekitarnya.
Sebagai pemimpin pesantren, K.H. Hasyim Asy’ari melakukan pengembangan institusi pesantrennya, termasuk mengadakan pembaharuan sistem dan kurikulum pesantren, selain menggunakan sistem halaqah sebagaimana terdapat di pesantren sebelumnya, K.H. Hasyim Asy’ari juga memperkenalkan sistem belajar madrasah (klasikal) dan memasukkan mata pelajaran ilmu-ilmu umum ke dalam kurikulumnya yang pada waktu itu termasuk hal yang baru. Sedangkan perannya sebagai pemimpin informal, K.H. Hasyim Asy’ari menunjukkan kepeduliannya terhadap kebutuha masyarakat melalui bantuan pengobatan kepada masyarakat yang membutuhkannya, termasuk juga kepada keturunan belanda .
Kegiatan lainnya yang dilakukan oleh K.H. Hasyim Asy’ari bersama ulama’ besar lainnya di jawa, yaitu Syaikh Abdul Wahhab dan Syaikh Bisri Syamsuri adalah mendirikan Nahdlatul Ulama’, yaitu pada tangga 31 Januari 1926 bertepatan pada tanggal 16 Rajab 1344 H . Organisasi sosial keagamaan ini memiliki maksud dan tujuan memegang teguh salah satu madzhab imam empat, yaitu imam Abu Hanifah al-Nu’man, imam Malik bin Anas, imam Muhammad bin Idris as-Syafi’i, dan imam Ahmad bin Hambal, serta mengerjakan apa saja yang menjadikan kemaslahatan agama islam .
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa K.H. Hasyim Asy’ari adalah seorang aktivis keagamaan dan kemasyrakatan yang amat luas, di samping tugas pokoknya sebagai pemimpin dan kyai pondok pesantren. Namun demikian di tengah-tengah kesibukannya ia juga banyak menyumbangkan pemikiran, gagasan, dan ide-idenya yang tertuang dalam karya tulis yang dihasilkannya. Karya-karya yang dikemukakan di sini antara lain : kitab Adab al-Alim wa al-Muta’allam fi ma Yahtaju Ilaihi al-Muta’allim fi Ahwal Ta’allum wa ma Yatawaqqofu Alaihi al-Mu’allim fi Maqomat Ta’lim (kitab etika guru dan pelajar serta hal-hal yang dibutuhkan murid dalam belajar dan ketergantungan guru pada tahapan belajar).
B. Konsep Pemikiran Pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari
Salah satu karya monumental K.H. Hasyim Asy’ari yang berbicara tentang pendidikan adalah kitab Adab al-Alim wa Al-Muta’allam fi ma Yahtaju Ilaihi al-Muta’allim fi Ahwal Ta’allum wa ma Yatawaqqofu Alaihi al-Mu’allim fi Maqomat Ta’limih , yang dicetak pertama kali pada tahun 1415 H. sebagaimana umumnya kitab kuning, pembahasan terhadap masalah pendidikan lebih ditekankan pada masalah pendidikan etika. Meski demikian tidak menafikan beberapa aspek pendidikan lainnya. Keahliannya dalam bidang hadits ikut pula mewarnai isi kitab tersebut. Sebagai bukti adalah dikemukakannya beberapa hadits sebagai dasar dari penjelasannya, di samping beberapa ayat Al-Qur’an dan pendapat para ulama’ .
Untuk memahami pokok pemikirannya dalam kitab tersebut perlu pula diperhatikan latar belakang ditulisnya kitab tersebut. Penyusunan karya ini boleh jadi didorong oleh situasi pendidikan yang pada saat itu mengalami perubahan dan perkembangan yang pesat, dari kebiasaan lama (tradisional) yang sudah mapan ke dalam bentuk baru (modern) akibat dari sistem pendidikan barat (imperialis Belanda) yang diterapkan di Indonesia .
Ia memulai tulisannya dengan sebuah pendahuluan yang menjadi pengantar bagi pembahasan selanjutnya. Kitab tersebut terdiri dari delapan bab, yaitu : keutamaan ilmu serta keutamaan belajar mengajar, etika yang harus diperhatikan dalam belajar mengajar, etika seorang murid terhadap guru, etika murid terhadap pelajaran dan hal-hal yang harus dijadikan pedoman bersama guru, etika yang harus dijadikan pedoman seorang guru, etika guru ketika dan akan mengajar, etika guru terhadap murid-muridnya, etika terhadap buku, alat untuk memperoleh pelajaran dan hal-hal yang berkaitan dengannya. Dari delapan bab tersebut dapat dikelompokkan dalam tiga kelompok, yaitu : signifikansi pendidikan, tugas dan tanggung jawab seorang murid, dan tugas dan tanggung jawab seorang guru .
Kecenderungan lain dalam pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari adalah mengetengahkan nilai-nilai estetis yang bernafaskan sufistik. Kecenderungan ini dapat dibaca dalam gagasan gagasannya, misalnya dalam keutamaan menuntut ilmu. Untuk mendukung itu dapat dikemukakan bahwa bagi K.H. Hasyim Asy’ari keutamaan ilmu yang sangat istimewa adalah bagi orang yang benar-benar Lillahi Ta’ala. Kemudian, ilmu dapat diraih jika jiwa seorang yang mencari ilmu tersebut suci dan bersih dari segala sifat yang jahat dan aspek-aspek keduniaan . Kecenderungan ini merupakan wacana umum bagi literatur-literatur kitab kuning yang tidak bisa dihindari dari persoalan-persoalan sufistik, yang secara umum merupakan bentuk replikasi atas prinsip-prinsip sufisme al-Ghazali . Maka dari itu, terdapat dua hal yang harus diperhatikan dalam menuntut ilmu, yaitu: pertama, bagi peserta didik hendaknya berniat suci untuk menuntut ilmu, jangan sekali-sekali berniat untuk duniawi dan jangan melecahkan atau menyepelekannya. Kedua, bagi pendidik dalam mengajarkan ilmunya hendaknya meluruskan niatnya terlebih dahulu, tidak mengharapkan materi semata. Di samping itu, yang diajarkan sesuai dengan tindakan-tindakan yang diperbuat .
Beliau sangat menekankan perlakuan istimewa pada sistem keilmuan, misalnya mensucikan jiwa/rohani, berwudlu’ sebelum memulai pelajaran/belajar, menghormati guru, memperlakukan kitab dengan cara-cara terhormat, dsb. Dasar epistemologi yang digunakan adalah bahwa ilmu adalah Nur Allah. Nur ilahi itu bisa sampai pada kita apabila kita sudah suci terlebih dahulu .
Hasan langgulung membuat polarisasi terhadap karakteristik pemikiran pendidikan. Polarisasi itu didasarkan atas literatur-literatur kependidikan yang ditulis oleh sejumlah penulis muslim. Menurutnya, ada empat corak pemikiran kependidikan islam yang dapat dipahami. Pertama, corak pemikiran pendidikan yang awalnya adalah sajian dalam spefisikasi fiqih, tafsir dan hadits yang kemudian mendapat perhatian tersendiri dengan mengembangkan aspek-aspek pendidikan. Model ini diwakili oleh Ibn Hazm (384-456 H.) dengna karyanya kitab al-Mufashsnat fi al-Milal wa al-Ahwa wa al-Nibal. Kedua, corak pendidikan yang bermuatan sastra. Contohnya adalah Ibn Abdullah Ibn Muqoffa (106-142 H./724-759 M.). dengan karyanya Risalat al-Shahabah Dan al-Jahiz (160-255 H./755-868 M.). dengan karyanya al-Taj fi Akhlaq al-Muluk. Ketiga, corak pemikiran pendidikan filosofis. Contohnya adalah corak pendidikan yang dikembangkan oleh aliran Mu’tazilah, Ikhwan al-Shofa dan para filosof. Keempat, pemikiran pendidikan islam yang berdiri sendiri dan berlainan dengan beberapa corak di atas, tetapi ia tetap berpegang pada semangat al-Qur’an dan Hadits, terlihat pada karya Muhammad Ibn Sahnun (wafat 256 H./871 M.) dengan karyanya Adab al-Mu’allim dan Burhan al-Din al-Zarnuji (571-591 H.) dengan karyanya Ta’lim al-Muta’allim Thariq al-Ta’allum .
Pemikiran K.H. Hasyim Asy’ari menyiratkan sebuah pengertian bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati. Penekanan pada hati ini dengan sendirinya membedakan diri dari corak pendidikan progresivisme dan esensialisme. Aliran progresivisme yang dipelopori oleh John Dewey menyatakan bahwa sentral pendidikan adalah pikiran dan kecerdasan. Sedangkan esensialisme menyatakan bahwa utamalah yang menentukan dan memantapkan pikiran serta kecerdasan manusia. Atas dasar klasifikasi tersebut semakin jelas bahwa K.H. Hasyim Asy’ari menempatkan corak kependidikannya sebagai corak yang berbeda dari corak-corak kependidikan yang lain, yang tidaklah bercorak progresif dan esensialis .
Banyak aktivitas yang dilakukan K.H. Hasyim Asy’ari dalam hubungannya dengan bidang pendidikan islam. Aktivitasnya antara lain :
1. Mengajar
Mengajar merupakan profesi yang ditekuni K.H. Hasyim Asy’ari dari sejak kecil. Sejak masih di pondok pesantren ia sering dipercaya oleh gurunya untuk mengajar santri baru. Bahkan ketika di Makkah ia pun sudah mengajar. Sepulang dari mekkah ia membantu ayahnya mengajar di pondok ayahnya, pondok Ngedang.
2. Mendirikan Pesantren
K.H. Hasyim Asy’ari mendirikan pondok pesantren yang dikelola sendiri di Tebuireng, jombang. K.H. Hasyim Asy’ari sengaja memilih lokasi yang penduduknya dikenal banyak penjudi, perampok, dan pemabuk. Mulanya pilihannya itu ditentang oleh sahabat dan sanak keluarganya.
3. Mendirikan Organisasi
K.H. Hasyim Asy’ari melihat bahea untuk berjuang mewujudkan kan cita-citanya termasuk dalam bidang pendidikan, diperlukan adanya wacana berupa organisasi. Untuk tujuan tersebut, maka pada tahun 1926 ia bersama dengan K.H. Abdul Wahab Hasbullah dan dan sejumlah ulama lainnya di jawa timur mendirikan Jama’ah Nahdlatul Ulama’ (NU). sejak berdirinya, kyai Hasyim diprtcaya memimpin organisasi itu sebagai Rais Akbar. Jabatan ini dipegangnya dalam beberapa periode kepengurusan.
4. Berjuang Melawan Belanda
Pada masa revolusi fidik melawan penjajahan Belanda, K.H. Hasyim Asy’ari dikenal karena ketegasannya terhadap penjajah dan seruan jihadnya yang menggelorakan para santri dan masyarakat islam. Ia mengajak mereka untuk berjihad melawan Belanda dan menolak kerja sama dengan penjajah.
5. Aktif di Masyumi
Hasyim Asy’ari pernah menjabat ketua besar Masyumi ketika NU menjadi anggota, dalam suatu kesempatan pidato di hadapan ulama seluruh Jawa pada tanggal 30 Juli 1946 di Bandung, kyai Hasyim Asy’ari melontarkan kritik tajam terhadap kekejaman Belanda dan mengimbau agar tetap waspada terhadap politik bangsa Jepang. Kedua bangsa itu di cap kafir dan umat Islam dilarang mempercayai orang-orang kafir .
Aktifitas K.H. Hasyim Asy’ari di bidang sosial lainnya adalah mendirikan organisasi Nahdlatul Ulama’, bersama dengan ulama besar lainnya, seperti Syiakh Abdul Wahab dan Syaikh Bishri Syamsuri. Pada tanggal 31 Januari 1926 atau 16 Rajab 1344 H.
Untuk memperoleh ilmu yang bermanfaat, K.H. Hasyim Asy’ari menyarakan kepada peserta didik untuk memperhatikan sepuluh etikayang mesti dicamkan ketika belajar, diantaranya adalah membersihkan hati dari segala atau berbagai penyakit hati dan keimanan, mamiliki niat yang tulus bukan mengharapkan sesuatu yang material, memanfaatkan waktu dengan baik, bersabar dan memiliki sifat qana’ah, pandai membagi waktu, tidak terlalu banyak makan dan minum, bersifat hati-hati menghindari makanan yang menyebabkan kebohohan , tidak memperbanyak tidur, dan melindungi diri dari hal-hal yang kurang bermanfaat .
Di sisi lain, karakter pemikiran pendidikan K.H. Hasyim Asy’ari dapat dimasukkan kedalam garis mazhab Syafi’iyah. Bukti yang cukup kuat untuk menunjukkan hal itu adalah banyaknya ulama Syafi’iyah, termasuk imam al-Syafi’i sendiri. Yang sering kali dikutib oleh penulis kitab ini daripada mazhab lain. Dengan pengungkapan ide-ide mazhab yang dianutnya, menurut Abd al-Muidz Khan pasti mempengaruhi pemikirannya tentang pendidikan .

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan bahwasanya K.H. Hasyim Asy’ari adalah tokoh kharismatik yang diberi gelar wali oleh salah seorang peneliti dari Australia yang berhasil mendirikan NU dan melakukan pembaruan terhadap pendidikan yang ada di dalamnya. Dialah yang memperkenalkan sistem madrasah dan kurikulum yang memuat mata pelajaran umum terhabap lembaga pendidikan islam yang barnaung di bawah NU.
Konsep pemikiran pendidikannya menyiratkan sebuah pengertian bahwa yang menjadi sentral pendidikan adalah hati. Penekanan pada hati ini dengan sendirinya membedakan diri dari corak pemikiran pendidikan progressivisme dan esensialisme. Di samping itu, K.H. Hasyim Asy’ari memandang pendidik sebagai pihak yang sangat penting dalam pendidikan. Baginya, guru adalah sosok yang mampu mentransmisikan ilmu pengetahuan di samping pembentuk sikap dan etika peserta didik. Dalam memilih guru hendaknya yang profesional dan guru yang wara’ (berhati-hati).


DAFTAR PUSTAKA

- Nizar, Samsul. Filsafat Pendidikan Islam, Pendekatan Historis, Teoritis dan Praktis.Jakarta : Ciputat Press 2005.
- Hasan, Afifi. Filsafat Pendidikan Islam, Membangun Basis Filosofi Pendidikan Profetik. Malang : IKIP 2011.
- Nata, Abuddin. Tokoh-Tokoh Pembaharuan Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2005.
- Suwendi. Sejarah dan Pemikiran Pendidikan Islam. Jakarta : PT. Raja Grafindo Persada 2004.
- Siswanto. Pendidikan Islam dalam Perspektif Filosofis. Pamekasan : STAIN Pamekasan Press 2009

0 komentar: